Kamis, 19 Januari 2012

Money Laundering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurangnya moral dari pemegang kekuasaan di negara kita serta belum adanya keselarasan dari seluruh ketentuan perundang-undangan yang ada merupakan fenomena yang terjadi dari isu penanganan masalah yang lemah dan tebang pilih. Sehingga menjadikan sebuah keterpurukan tersendiri bagi Negara Indonesia yang berdampak keberbagai faktor, diantaranya adalah rendahnya pertumbuhan ekonomi, dan meningkatnya pengangguran, serta kemiskinan yang pada akhirnya memicu peningkatan angka kriminalitas. Selain daripada itu, dampak lainnya dapat dilihat pada relatif rendahnya tingkat kompetisi perdagangan, dan kurangnya insentif yang menyebabkan iklim berusaha tidak dapat berjalan secara kondusif. Dengan berkembangnya teknologi yang semakin maju, menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan diberbagai segi, baik itu segi politik, sosial ataupun budaya. Salah satu yang turut berkembang adalah kriminalitas. Kejahatan-kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan dalam batas wilayah-wilayah negara, namun meluas ke berbagai negara lain, sehingga sering disebut transnasional crime. Dalam kejahatan transnasional harta kekayaan hasil dari kejahatan biasanya oleh pelaku disembunyikan, kemudian dikeluarkan seolah-olah dari hasil legal. Hal tersebut lebih dikenal dengan money laundering. Pencucian uang yang sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks hukum pidana ataupun kriminologi, adalah suatu modus dari kejahatan non konvensional sebagai side effect yang mengiringi datangnya era globalisasi. Dalam prakteknya, dana yang berasal dari berbagai tindak pidana tidak langsung digunakan oleh pelaku kejahatan, karena konsekuensinya akan mudah dilacak oleh aparat penegak hukum mengenai sumber hasil diperolehnya dana tersebut, biasanya dana tersebut dimasukkan dahulu ke sistem keuangan atau perbankan. Dari perbankan ini lebih menyulitkan penegak hukum, pelaku sering menanamkan uang kejahatannya ke berbagai bisnis legal. Dengan demikian seolah terlihat bahwa kekayaan para penjahat yang diputar melalui proses-proses seperti diatas menjadi halal atau sah. Pencucian uang tidak hanya sekedar masalah internal Indonesia saja tetapi masalah internasional juga. Oleh karena itu berbagai konverensi telah diadakan upaya membahas cara atau metode yang sebaiknya mencegah dan memberantas kejahatan tersebut. Sehubungan dengan itu, Indonesia telah mengkriminalisasikan pencucian uang sebagai bentuk tindak pidana seperti yang diatur dalam UU RI No.15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang jo. UU No. 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No. 15 tahun 2002 tentang pidana pencucian uang. B. Pokok Masalah Bertitik tolak dari pemaparan diatas, kiranya dapat dipahami bahwa pokok masalah yang dibahas dalam penyusunan makalah ini adalah bagaimana kriteria pencucian uang dan sanksi pidana apa saja yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidan Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, sehingga kemudian seolah-olah muncul uang yang sah atau yang halal. Untuk mengenal tindakan anti pencucian uang (anti money laundering) terlebih dahulu harus diketahui apa itu pencucian uang. Pencucian uang merupakan suatu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang yang dihasilkan dari suatu aksi kejahatan, seperti prostitusi, perdagangan obat bius, korupsi, penyelundupan, penipuan, pemalsuan, perjudian, dan lain lain. Uang hasil kejahatan akan dicoba untuk disimpan dalam institusi keuangan (termasuk bank) dan dengan cara tertentu asal usul uang tersebut disamarkan. Untuk selanjutnya, uang tersebut digunakan kembali untuk membiayai aksi kejahatan lainnya, dan mencucinya lagi, demikian seterusnya. B. Pengaruh pencucian uang Sebagai akibat dari pencucian uang, aksi kejahatan akan meningkat, yang pada akhirnya akan membahayakan keamanan masyarakat sehingga biaya sosial yang dikeluarkan pemerintah untuk memberantas tindak kejahatan juga akan meningkat. Disamping itu, kegiatan pencucian uang dapat berpengaruh kepada perekonomian, karena ada kemungkinan secara tiba-tiba uang tersebut ditarik dari sistem keuangan Indonesia dalam jumlah besar yang akan berdampak kepada kestabilan nilai rupiah dan suku bunga. Baik cara perolehan uang yang illegal maupun transaksi keuangan untuk melegalkan uang hasil tindakan illegal menimbulkan dampak ekonomi mikro dan makro. Dampak ekonomi mikro : a. cara perolehan uang yang illegal mengganggu jalannya mekanisme pasar. Esensi sistem pasar adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap pemilikan pribadi atas faktor-faktor produksi maupun atas barang-barang serta jasa-jasa yang digunakan untuk keperluan konsumsi. Namun dengan adanya peluang perolehan uang yang ilegal telah menunjukkan tidak adanya perlindungan dari penguasa atas hak milik, pasar menjadi tidak efisien yang ditunjukkan dengan meningkatnya biaya transaksi pasar, adanya akses yang asimetris pada informasi pasar yang menyebabkan transaksi bersifat zero sum game dalam arti bahwa keuntungan suatu pihak dapat membawa kerugian bagi pihak lain. b. transaksi keuangan untuk melegalkan hasil perolehan uang yang illegal membawa dampak penurunan produktifitas masyarakat. Dampak ekonomi makro : a. tindak pidana pencucian uang menghindarkan kewajiban pembayaran pajak yang berarti mengurangi penerimaan Negara. b. apabila transaksi keuangan yang dilakukan adalah dengan membawa uang yang ilegal ke luar negeri maka akan menambah defisit neraca pembayaran luar negeri, selain itu juga mengakibatkan berkurangnya dana perbankan yang menyebabkan kesulitan bank melakukan ekspansi kredit. c. Apabila Negara memperoleh sejumlah uang ilegal dari luar negeri maka akan menambah kegoncangan stabilitas ekonomi makro. Terlebih untuk Negara yang tidak memiliki cukup banyak instrumen moneter sehingga tidak mampu mensterilisasi dampak moneter pemasukan modal. Jika bank sentral membeli devisa yang masuk itu sebagai upaya untuk mempertahankan nilai tukar luar negeri mata uang nasionalnya, jumlah uang beredar akan bertambah dengan cepat dan tambahan jumlah uang beredar itu akan menyulut inflasi sehingga menimbulkan gangguan pada keseimbangan internal perekonomian. Akan tetapi jika bank sentral tidak membeli devisa yang masuk akan menguatkan nilai tukar mata uang nasional yang menyebabkan berkurangnya insentif kegiatan ekspor. Pengurangan ini akan menambah defisit neraca pembayaran luar negeri. C. Tahapan Pencucian Uang a. tahap penempatan (placement), merupakan tahap pengumpulan dan penempatan uang hasil kejahatan pada suatu bank atau tempat tertentu yang diperkirakan aman guna mengubah bentuk uang tersebut agar tidak teridentifikasi, biasanya sejumlah uang tunai dalam jumlah besar dibagi dalam jumlah yang lebih kecil dan ditempatkan pada beberapa rekening di beberapa tempat; b. tahap pelapisan (layering), merupakan upaya untuk mengurangi jejak asal muasal uang tersebut diperoleh atau ciri-ciri asli dari uang hasil kejahatan tersebut atau nama pemilik uang hasil tindak pidana, dengan melibatkan tempat-tempat atau bank di negara-negara dimana kerahasiaan bank akan menyulitkan pelacakan jejak uang. Tindakan ini dapat berupa : mentransfer ke negara lain dalam bentuk mata uang asing, pembelian property, pembelian saham pada bursa efek menggunakan deposit yang ada di Bank A untuk meminjam uang di Bank B dan sebagainya. c. tahap penggabungan (integration), merupakan tahap mengumpulkan dan menyatukan kembali uang hasil kejahatan yang telah melalui tahap pelapisan dalam suatu proses arus keuangan yang sah. Pada tahap ini uang hasil kejahatan benar-benar telah bersih dan sulit untuk dikenali sebagai hasil tindak pidana, muncul kembali sebagai asset atau investasi yang tampak legal. D. Modus-Modus Pencucian Uang Dalam perbuatan tindak pidana pencucian uang terdapat pengkategorian beberapa modus yang didasarkan pada tipologinya : a. tipologi dasar : 1). modus orang ketiga, yaitu dengan menggunakan seseorang untuk menjalankan perbuatan tertentu yang diinginkan oleh pelaku pencurian uang, dapat dengan menggunakan atau mengatasnamakan orang ketiga atau orang lain lagi yang berlainan. Ciri-cirinya adalah : orang ketiga hampir selalu nyata dan bukan hanya nama palsu dalam dokumen, orang ketiga biasanya menyadari ia dipergunakan, orang ketiga tersebut merupakan orang kepercayaan yang bisa dikendalikan, dan hubungannya dengan pelaku sangat dekat sehingga dapat berkomunikasi setiap saat. 2). modus topeng usaha sederhana, merupakan kelanjutan modus orang ketiga, dimana orang tersebut akan diperintahkan untuk mendirikan suatu bidang usaha dengan menggunakan kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana. 3). modus perbankan sederhana, dapat merupakan kelanjutan modus pertama dan kedua, namun juga dapat berdiri sendiri. Disini terjadi perpindahan sistem transaksi tunai yang berubah dalam bentuk cek kontan, cek perjalanan, atau bentuk lain dalam deposito, tabungan yang dapat ditransfer dengan cepat dan digunakan lagi dalam pembelian aset-aset. Modus ini banyak meninggalkan jejak melalui dokumen rekening koran, cek, dan data-data lain yang mengarah pada nasabah itu, serta keluar masuknya dari proses transaksi baik yang menuju pada seseorang maupun pada aset-aset, atau pun pada pembayaran-pembayaran lain. 4).modus kombinasi perbankan atau usaha, yang dilakukan oleh orang ketiga yang menguasai suatu usaha dengan memasukkan uang hasil kejahatan ke bank untuk kemudian ditukar dengan cek yang kemudian digunakan untuk pembelian aset atau pendirian usahausaha lain. b. tipologi ekonomi : 1).model smurfing, yakni pelaku menggunakan rekan-rekannya yang banyak untuk memecah sejumlah besar uang tunai dalam jumlahjumlah kecil dibawah batas uang tunai sehingga bank tidak mencurigai kegiatan tersebut untuk kemudian uang tunai tersebut ditukarkan di bank dengan cek wisata atau cek kontan. Bentuk lain adalah dengan memasukkan dalam rekening para smurfing di satu tempat pada suatu bank kemudian mengambil pada bank yang sama di kota yang berbeda atau disetorkan pada rekening-rekening pelaku pencucian uang di kota lain sehingga terkumpul dalam beberapa rekening pelaku pencucian uang. Rekening ini tidak langsung atas nama pelaku namun bisa menunjuk pada suatu perusahaan lain atau rekening lain yang disamarkan nama pemiliknya. 2).model perusahaan rangka, disebut demikian karena perusahaan ini sebenarnya tidak menjalankan kegiatan usaha apapun, melainkan dibentuk agar rekening perusahaannya dapat digunakan untuk memindahkan sesuatu atau uang. Perusahaan rangka dapat digunakan untuk penempatan (placement) dana sementara sebelum dipindah atau digunakan lagi. Perusahaan rangka dapat terhubung satu dengan yang lain misal saham PT A dimiliki oleh PT B yang berada di daerah atau Negara lain, sementara saham PT B sebagian dimiliki oleh PT A, PT B, PT C, dan/atau PT D yang berada di daerah atau Negara lain 3).modus pinjaman kembali, adalah suatu variasi dari kombinasi modus perbankan dan modus usaha. Contohnya : pelaku pencucian uang menyerahkan uang hasil tindak pidana kepada A (orang ketiga), dan A memasukkan sebagian dana tersebut ke bank B dan sebagian dana juga didepositokan ke bank C. Selain itu A meminjam uang ke bank D. Dengan bunga deposito bank C, A kemudian membayar bunga dan pokok pinjamannya dari bank D. Dari segi jumlah memang terdapat kerugian karena harus membayar bunga pinjaman namun uang illegal tersebut telah berubah menjadi uang pinjaman yang bersih dengan dokumen yang lengkap. 4). modus menyerupai MLM. 5).modus under invoicing, yaitu modus untuk memasukkan uang hasil tindak pidana dalam pembelian suatu barang yang nilai jual barang tersebut sebenarnya lebih besar daripada yang dicantumkan dalam faktur. 6).modus over invoicing, merupakan kebalikan dari modus under invoicing. 7).modus over invoicing II, dimana sebenarnya tidak ada barang yang diperjualbelikan, yang ada hanya faktur-faktur yang dijadikan bukti pembelian (penjualan fiktif) sebab penjual dan pembeli sebenarnya adalah pelaku pencucian uang. 8).modus pembelian kembali, dimana pelaku menggunakan dana yang telah dicuci untuk membeli sesuatu yang telah dia miliki. c. tipologi IT : 1). modus E-Bisnis, hampir sama dengan modus menyerupai MLM, namun menggunakan sarana internet. 2). modus scanner merupakan tindak pidana pencucian uang dengan predicate crime berupa penipuan dan pemalsuan atas dokumendokumen transaksi keuangan. d. tipologi hitek adalah suatu bentuk kejahatan terorganisir secara skema namun orang-orang kunci tidak saling mengenal, nilai uang relatif tidak besar tetapi bila dikumpulkan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Dikenal dengan nama modus cleaning dimana kejahatan ini biasanya dilakukan dengan menembus sistem data base suatu bank. E.Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Masyarakat wajib mendukung program pemerintah dalam tindakan anti pencucian uang. Pelaku tindakan pencucian uang dapat dikenakan sanksi pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 15 miliar. Sanksi pidana tersebut diberikan kepada: 1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pencucian uang. 2. Setiap orang yang menerima hasil tindakan pencucian uang. 3. Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai dalam bentuk rupiah minimal sebesar Rp 100 juta, atau dalam mata uang asing yang setara, yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah RI. Pada dasarnya sanksi dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana adalah untuk melindungi hak dan memberi ketenangan terhadap masyarakat dalam membina hubungan sosial selain itu juga sebagai pembalasan bagi pelaku tindak pidana untuk menyadari akibat ditimbulkan oleh perbuatannya, juga sebagai pencegahan baik itu prefensi umum maupun khusus, yang telah diatur oleh UU. Dalam pasal 10 KUHP disebutkan bahwa pidana secara umum terdiri dari 1. Pidana pokok : pidana mati, pidana penjara, kurungan dan denda. 2. Pidana tambahan : pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Pidana tersebut merupakan hukuman baik mengenai jiwa, kemerdekaan, kekayaan, maupun kehormatan. Dimaksudkan agar tercapainya dalam hukum pidana positif yaitu keselamatan negara dan masyarakat dengan cara menghilangkan anasir-anasir yang bersifat melanggar negara hukum. F . Kasus Bahasyim Assifie beserta keluarga terancam hukuman 15 tahun penjara. Hal ini terkait dengan Pasal 3 dan atau pasal 6 UU no 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU no 15 tahun 2001 tentang tindak pidana pencucian uang. Pasal 3 untuk pemberi uang hasil kejahatan yang pada kasus ini ialah Bahasyim Assifie. Sedangkan pasal 6 untuk istri dan 3 orang anaknya. Bahasyim diketahui menjadi kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII Ditjen Pajak hingga 2007, lalu bertugas di Kantor Badan Pengawasan Pembangunan Nasional (Bappenas). Namun, sejak 1 April 2010 lalu dia mendadak mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Kasus mafia pajak yang melibatkan Bahasyim sebenarnya dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak Maret 2009 ke Bareskrim Polri. Namun, entah mengapa, kasus tersebut tidak pernah diproses dan akhir 2009 dilimpahkan ke Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya. Saat gencar-gencarnya kasus Gayus Tambunan, mendadak saja penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Bahasyim sebagai tersangka. Terdakwa Bahasyim Assifie memutar-mutar harta ratusan miliar miliknya yang diduga hasil tindak pidana ke rekening milik istri dan tiga anaknya. Uang itu diduga terkait pekerjaannya sebagai pejabat di Direktorat Jenderal Pajak hingga saat bekerja di Bappenas. Karena dalam kurun waktu antara tahun 2004 sampai bulan Maret 2010 , secara formil terdakwa tidak memiliki usaha yang dapat menghasilkan keuntungan dengan nilai yang relatif besar. Dengan pekerjaannya sebagai PNS, terdakwa diperkirakan hanya mempunyai penghasilan sekitar Rp 30 juta perbulan. Sehingga uang yang ditempatkan terdakwa pada rekening itu patut diduga hasil kejahatan yang berkaitan dengan jabatannya. Fachrizal, salah satu jaksa penuntut umum (JPU), saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (30/9/2010) mengatakan, Bahasyim sebelum tahun 2002 sudah memiliki uang sebesar Rp 30 miliar. Uang itu diakui Bahasyim hasil usaha jual beli tanah, mobil, valas, cuci cetak foto, penyertaan modal pada suatu perusahaan, dan usaha lain. Bahasyim lalu membuka rekening Taplus Bisnis Perorangan di Bank BNI atas nama istrinya, Sri Purwanti dengan saldo awal sekitar Rp 633 juta pada Oktober 2004 . Hingga 2010, terdapat transaksi masuk ke rekening itu sebanyak 304 kali dengan total sekitar Rp 885,1 miliar. Di antara uang itu dimasukkan langsung oleh Bahasyim dengan jumlah sekitar Rp 4,2 miliar dalam 15 tahap. Sejak tahun 2004 hingga tahun 2010, terdapat penarikan, pemindahbukuan, serta trasfer dengan total sekitar Rp 843,4 miliar dari rekening istrinya. Saldo terakhir per April 2010 tinggal Rp 41,7 miliar. Hal itu agar jumlah uang tidak mencolok. Bahasyim lalu membuka rekening lain atas nama istrinya dan dua putrinya yakni Winda Arum Hapsari dan Riandini Resanti di Bank BNI. Pertama, Bahasyim membuka rekening Dollar Plus Perorangan atas nama istrinya dengan saldo awal 271.354 dollar AS pada 15 Februari 2005 . Uang di rekening itu membengkak mencapai 681.147 dollar AS pada April 2010 . Diantara uang itu dimasukkan oleh Bahasyim dengan total 45.154.226 dollar AS dalam 57 tahap. Setelah itu, Bahasyim membuka Taplus Bisnis Peorangan atas nama Winda dengan saldo awal Rp 1 miliar pada 15 Agustus 2005 . Sumber dana dari rekening istrinya. Bahasyim lalu memasukkan dana sekitar Rp 284 ,7 miliar dalam 80 tahap. Dalam rekening itu, terdapat transaksi keluar dengan total sekitar Rp 267 miliar. Setelah itu, Bahasyim membuka Taplus Bisnis Perorangan atas nama Sri dengan saldo awal Rp 60 juta pada 18 Februari 2008 . Sumber dana berasal dari rekening istrinya. Bahasyim lalu memasukkan uang senilai Rp 336 ,5 miliar dalam 24 tahap. Setelah adanya penarikan, transfer, atau pemindahbukuan, jumlah uang hingga April 2010 hanya Rp 6,5 juta. Selanjutnya, Bahasyim membuka rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama Winda dengan saldo awal Rp 60 juta pada 18 Februari 2008 . Sumber dana berasal dari rekening Winda sebelumnya. Bahasyim lalu memasukkan uang senilai Rp 127 ,5 miliar dalam 15 tahap. Setelah adanya penarikan, transfer, pemindahbukuan, jumlah uang hingga April 2010 hanya Rp 5,6 juta. Kemudian, Bahasyim membuka rekening BNI Taplus atas nama Riandini dengan saldo awal Rp 290 juta pada 21 Agustus 2008 . Sumber dana berasal dari setoran tunai Bahasyim. Hingga 2010 , Bahasyim memasukkan uang Rp 390 juta dalam dua tahap. Setelah adanya penarikan, transfer, pemindahbukuan, jumlah uang hingga April 2010 sekitar Rp 217 ,5 juta. Setelah itu, Bahasyim kembali membuka rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama Riandini dengan saldo awal Rp 10 juta pada 5 September 2008 . Sumber dana berasal dari pemindahbukuan rekening istrinya. Hingga tahun 2010, Bahasyim memasukkan uang sekitar Rp 5 miliar dalam delapan tahap. Setelah adanya penarikan, transfer, pemindahbukuan, jumlah uang hingga April 2010 sekitar Rp 1,2 miliar. Selain rekening-rekening diatas, menurut JPU, Bahasyim juga memiliki tiga rekening di Bank BCA atas nama Winda. Jumlah saldo di tiga rekening itu per April 2010 yakni sekitar Rp 167 ,7 juta. Menurut JPU, uang itu diduga hasil tindak pidana selama berkerja sebagai Kepala Kantor Pemeriksa dan Penyidikan Pajak Jakarta VII, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Koja, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah. Terakhir, dia menjabat Inspektur Bidang Kinerja Kelembagaan, Bappenas hingga 30 Maret 2010. Terkait harta ratusan miliar itu, Bahasyim dijerat pasal 3 huruf c UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. BAB III PENUTUP Kesimpulan Setelah dipaparkan secara keseluruhan mengenai tindak pidana pencucian uang, maka akhirnya dapat disimpulkan: Pencucian uang merupakan suatu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang yang dihasilkan dari suatu aksi kejahatan, seperti prostitusi, perdagangan obat bius, korupsi, penyelundupan, penipuan, pemalsuan, perjudian, dan lain lain. Banyak dampak yang dapat ditimbulkan dari tindak pidana tersebut. Misalnya, dapat berpengaruh kepada perekonomian, bisa saja secara tiba-tiba uang tersebut ditarik dari sistem keuangan Indonesia dalam jumlah besar yang akan berdampak kepada kestabilan nilai rupiah dan suku bunga. Sanksinya cukup berat, dimulai dari hukuman penjara lima tahun minimum, maksimum 15 tahun, dengan denda minimum lima milyar dan maksimum 15 milyar rupiah. Sanksi pidana pencucian uang yang dijatuhkan kepada pelaku berupa pidana pokok dan tambahan. Pidana pokok dalam pencucian uang ini berupa pidana penjara dan pidana denda. Selain itu, pidana tambahan seperti yang tercantum dalam pasal 5.   DAFTAR PUSTAKA Sutedi, Adrian. 2007. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika. Zalif, Ahsanus. Tindak Pidana Pencucian Uang(money laundering), Studi Komparatif antara Hukum Islam dan Hukum Positif. (Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008). http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang, akses 19/11/2010. http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/MoneyLaundring.pdf Sie Infokum – Ditama Binbangkum, akses 19/11/2010.

Selasa, 17 Januari 2012

PERKAWINAN VIA TELEPON

PENDAHULUAN
Perkawinan merupakan perjanjian yang agung antara laki-laki dan perempuan. Perjanjian tersebut sangat berarti dan bermakna jika dalam perjanjian tersebut didasari dengan saling cinta dan niat untuk menjalankan perintah Allah dan Rasulnya. Perkawinan sangat tidak bermakna jika hanya didasari hawa nafsu semata. Salah satu tujuan perkawinan adalah melanjutkan dan menciptakan generasi atau keturunan serta memelihara nilai-nilai kehidupan dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Dengan memperoleh keturunan ini diwajibkan melaksanakan perkawinan terlebih dahulu. Dalam ajaran Islam anak yang baik datangnya dari keluarga yang baik dan menaati ajaran agamanya serta anak yang tidak menaati ajaran agamanya,bukan dari keluarga yang baik.
Hal ini bisa dilihat pada pergaulan masa sekarang, yang mana pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya dengan santai dan tidak punya rasa malu dan takut melakukan hal-hal yang tidak seharusnya mereka lakukan sebelum mereka menikah. Sehingga tidak sedikit anak-anak yang dilahirkan merupakan hasil dari perkawinan setelah hamil bahkan anak hasil zina, yang paling menyedihkan bagi janin yang tidak pernah melihat dunia yang diakibatkan oleh pelaku tangan-tangan jahat yang merenggutnya. Problema ini membutuhkan solusi yang tepat karena menimbulkan keresahan di masyarakat jika tidak berusaha untuk diatasi akan semakin buruknya moral manusia ke depan.
Di Indonesia diatur yang mana dalam KHI, UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dibolehkan adanya perkawinan wanita hamil. Walaupun demikian tetap saja gunjingan-gunjingan dari masyarakat selalu ada, sehingga mencemarkan nama baik keluarga.

PEMBAHASAN
A. Perkawinan Wanita Hamil
Perkawinan wanita hamil adalah seorang wanita yang hamil sebelum melangsungkan akad nikah, kemudian dinikahi oleh pria yang menghamilinya. Oleh karena itu, masalah kawin dengan perempuan yang hamil diperlukan ketelitian dan perhatian yang bijaksana terutama oleh pegawai pencatat nikah. Hal itu, dimaksudkan adanya fenomena sosial mengenai kurangnya kesadaran masyarakat muslim terhadap kaidah-kaidah moral, agama, dan etika sehingga tanpa ketelitian terhadap perkawinan wanita hamil memungkinkan terjadinya seorang pria yang bukan menghamilinya tetapi ia menikahinya. Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam mengatur perkawinan, sebagaimana diungkapkan:
1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Dasar pertimbangan Kompilasi Hukum Islam terhadap perkawinan wanita hamil adalah Q.S An-nur (24) ayat 3:
•       •             Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
Dalam Q.S An-Nur (24) ayat 26 pun diterangkan:
                •   
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).

Ayat Al-Quran di atas, menunjukkan bahwa kebolehan perempuan hamil kawin dengan laki-laki yang menghamilinya merupakan pengecualian. Oleh karena itu, pengidentifikasian dengan laki-laki musyrik menunjukkan keharaman wanita yang hamil dimaksud menjadi syarat larangan terhadap laki-laki yang baik untuk mengawininya. Persyaratan tersebut dikuatkan lagi dengan kalimat penutup pada ayat Al-Quran dalam Surah Al-Baqarah ayat 221 (wahurrima dzalika ‘ala almu’minin) bahwa selain laki-lakiyang menghamili perempuan yang hamil diharamkan oleh Allah untuk menikahinya.
Menurut salah satu riwayat sebab turunnya ayat 3 Surah An-Nur di atas adalah ‘Ata’,Ibn Abi Rabah, dan Qatadah menyebutkan bahwa ketika orang-orang Muhajirin tiba di Madinah, di antara mereka sebagian orang-orang fakir, tidak mempunyai harta dan mata pencarian. Sementara masyarakat di Madinah terdapat wanita-wanita pelacur yang menyewakan diri mereka, mereka pada saat itu termasuk wanita yang subur. Setiap orang dari mereka terdapat tanda papan di rumahnya. Sebagai contoh si A di sini menerima perzinaan. Hal dimaksud untuk mempermudah bagi orang-orang yang ingin melakukan perzinaan sehingga laki-laki pezina dan orang-orang musyrik silih berganti mendatangi rumah mereka melakukan perzinaan. Oleh karena itu, orang-orang fakir dari kaum Muhajirin ada yang berpendapat untuk ingin mengawini para pelacur supaya dapat kekayaan dari mereka. Kemudian kaum Muhajirin yang berpendapat demikian, memohon izin kepada Nabi Muhammad saw., maka turulah Surah An-Nur ayat 3.
Berdasarkan sebab turunnya Surah An-Nur ayat 3, menurut Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, dapat diketahui bahwa Allah mengharamkan seorang laki-laki yang bukan menghamili mengawini wanita yang hamil karena zina. Hal ini bertujuan untuk menjaga kehormatan laki-laki yang beriman. Selain itu, untuk mengetahui status hukum anak yang lahir sebagai akibat perzinaan.

B. Implikasi Status Anak Yang dilahirkan Dari Perkawinan Wanita Hamil
1.Tinjauan Hukum Islam

Dalam Islam anak adalah anak yang dilahirkan. Anak tercipta melalui ciptaan Allah dengan perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan kelahirannya. Seorang anak yang sah ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya. Dan sahnya seorang anak di dalam Islam adalah menentukan apakah ada atau tidak hubungan kebapakan (nasab) dengan seorang laki-laki. Dalam hal hubungan nasab dengan bapaknya tidak ditentukan oleh kehendak atau kerelaan manusia, namun ditentukan oleh perkawinan yang dengan nama Allah disucikan.
Mengenai status anak luar nihah, para ulama sepakat bahwa anak itu tetap punya hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tanggung jawab atas segala keperluannya, baik materiil maupun spirituil adalah ibunya dan keluarga ibunya. Demikian pulanya dengan hak waris-mewaris.
Dalam hal anak diluar nikah ini, penulis membagi ke dalam dua kategori :

a. Anak yang dibuahi tidak dalam pernikahan yang sah, namun dilahirkan dalam pernikahan yang sah.
Menurut Imam Malik dan imam Syafi’i, anak yang lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu dan bapaknya, anak itu dinasabkan kepada bapaknya. Jika anak itu dilahirkan sebelum enam bulan, maka anak itu dinasabkan kepada ibunya. Berbeda dengan pendapat itu, menurut Imam Abu Hanifah bahwa anak di luar nikah itu tetap dinasabkan kepada bapaknya sebagai anak yang sah.22 Perbedaan pendapat ini disebabkan karena terjadinya perbedaan ulama dalam mengartikan lafaz fiarsy, dalam hadist nabi :
“anak itu bagi pemilik tilam dan bagi pezina adalah hukum rajam”.
Mayoritas ulama mengartikan lafadz firasy menunjukkan kepada perempuan, yang diambilkan ibarat dari tingkah iftirasy (duduk berlutut). Namun ada juga ulama yang mengartikan kepada laki-laki (bapak).

b. Anak yang dibuahi dan dilahirkan diluar pernikahan yang sah
Status anak diluar nikah dalam kategiri yang kedua, disamakan statusnya dengan anak zina dan anak li.an, oleh karena itu maka mempunyai akibat hukum sebagai berikut:
(a). tidak ada hubungan nasab dengan bapaknya. Anak itu hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya. Bapaknya tidak wajib memebrikan nafkah kepada anak itu, namun secara biologis ia tetap anaknya. Jadi hubungan yang timbul hanyalah secara manusiawi, bukan secara hukum. (b). tidak ada saling mewaris dengan bapaknya, karena hubungan nasab merupakan salah satu penyebab kerwarisan. (c). bapak tidak dapat menjadi wali bagi anak diluar nikah. Apabila anak diluar nikah itu kebetulan seorang perempuan dan sudah dewasa lalu akan menikah, maka ia tidak berhak dinikahkan oleh bapak biologisnya.

2. Tinjauan Hukum Positif di Indonesia

Seorang anak sah ialah anak yang dianggap lahir dari perkawinan yang sah antara ayah dan ibunya. Kepastian seorang anak sungguh-sungguh anak ayahnya tentunya sukar didapat. Pembuktian keturunan harus dilakukan dengan surat kelahiran yang diberikan oleh Pegawai Pencatatan Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat kelahiran, hakim dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak keluar, menunjukkan adanya hubungan seperti antara anak dengan orang tuanya.
Hukum perkawinan di Indonesia adalah segala peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan yang berlaku di Indonesia. Hukum perkawinan di Indonesia ini meliputi : UU Perkawinan No. 1 1974, PP No. 9 1975, KHI.
Nasab dalam hukum perkawinan Indonesia dapat didefinisikan sebagai sebuah hubungan darah (keturunan) antara seorang anak dengan ayahnya, karena adanya akad nikah yang sah. Hal ini dapat dipahami dari beberapa ketentuan, diantaranya pasal 42 dan 45 serta 47 undang-undang perkawinan. Pasal 42 dinyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 45 (1) kedua orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) ini berlaku sampai anak itu kawin atau anak itu dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan kedua orang tua putus. Pasal 47 (1) anak yang belum mencapai 18 (delapan belas ) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan. Dan pada pasal 98 dan 99 kompilasi hukum islam. Pasal 98 menyatakan (1) batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsingkan perkawinan. (2) orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan. (3) pangadilan agama adapat menunjuk salah satu kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu.
Pasal 99 : anak yang sah adalah (1) anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan sah. (2) hasil pembuahan suami isteri yang sah diluar rahim yang dilahirkan oleh isteri tersebut.29
Dalam hukum perkawinan Indonesia hubungan ini tidak dititik beratkan pada salah satu garis keturunan ayah atau ibunya, melainkan kepada keduanya secara seimbang. Namun seorang anak menjadi tanggungjawab bersama antara isteri dan suami.
Seorang anak, dilihat dalam Hukum Perkawinan Indonesia secara langsung memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Ini dapat dipahami dari pasal 43 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.












PENUTUP

Status hukum anak hasil dari perkawinan wanita hamil dalam hukum Islam adalah apabila anak tersebut lahir dari wanita hamil yang kandungannya minimal berusia 6 (enam) bulan dari perkawinan yang sah atau kemungkinan terjadinya hubungan badan antara suami isteri dari perkawinan yang sah tersebut maka anak itu adalah anak yang sah. Dan dalam hukum positif di Indonesia status hukum anak hasil dari perkawinan wanita hamil adalah anak yang sah karena baik Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinanan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan akibat atau dalam perkawinan yang sah.
Hak anak yang dilahirkan dari perkawinan wanita hamil menurut hukum Islam apabila anak tersebut dilahirkan lebih dari enam bulan masa kehamilan dari perkawinan sah ibunya atau dimungkinkan adanya hubungan badan, maka anak tersebut adalah anak sah sehingga memiliki hak terhadap kedua orang tuanya, yaitu hak radla’, hak hadlanah, hak walayah (Perwalian), hak nasab, hak waris dan hak nafkah. Dan apabila anak tersebut dilahirkan kurang dari enam bulan masa kehamilan dari perkawinan sah ibunya atau dimungkinkan adanya hubungan badan maka anak tersebut dalam hukum Islam adalah anak tidak sah sehingga anak hanya berhak terhadap ibunya. Sedangkan menurut hukum positif di Indonesia bahwa anak yang lahir dari perkawinan wanita hamil adalah anak sah dari kedua orang tuanya, sehingga ia memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi oleh kedua orang tuanya yaitu kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya, orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan, sebagai wali dalam perkawinan, hak nasab dan hak kewarisan.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Kompilasi Hukum Islam. Surabaya: Kesindo Utama.
http://pdf. Nasab Anak Luar Nikah Perspektif Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Nasional. Akses 1 April 2011.
http://Pdf perkawinan wanita hamil. Fitrian Noor. Akses 1 April 2011.

Menegakkan Keadilan bagi Non Muslim ( Q.S. Al-Mumtahanah:8 )

PENDAHULUAN

Setiap individu tentunya menginginkan adanya persamaan dan keadilan secara merata, tanpa memandang latar belakang suku, ras, jabatan, agama dll, baik dalam bidang hukum, ekonomi dan agama. Oleh karena itu, seruan untuk berlaku adil akan dikumandangkan oleh semua agama sebagai seruan kebaikan yang bersifat universal. Hal ini mengindikasikan atas urgensitas adil dalam konteks hubungan antar umat beragama, akan tetapi sebagai bentuk realisasi dari keinginan yang bersifat fitri tersebut demi tercapainya kehidupan yang harmonis di antara warga masyarakat, baik yang seagama maupun tidak seagama. Sebagaimana Firman Allah dalam QS al-Maidah 05: 8 “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Al-Qur’an sejak sekitar kurang lebih 1400 tahun, telah banyak memberikan gambaran-gambaran bagaimana cara menjalin hidup berdampingan dengan antar umat beragama, indikasi tersebut bisa di lihat dari Surat al-Mumtahanah 60: 8-9:
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Setelah Allah mencegah umat Islam untuk mengungkapkan rahasia-rahasia perang kepada musuhnya (orang kafir). Kemudian Allah memberikan isyarat untuk berteman dengan non muslim yang berbuat baik dan tidak memerangi umat Islam, isyarat tersebut dapat dilihat secara jelas dalam QS. Al-Mumtahanah 60:8-9.

PEMBAHASAN

A. Ayat Tentang Menegakkan Keadilan Bagi Non Muslim (Al – Mumtahanah: 8)
                  •    
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

B. Asbabun Nuzul ( Q.S. 60:8 )
Untuk siapa sebab diturunkannya ayat di atas? Dalam hal ini ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsir. Di antara pendapat tersebut adalah yang menyatakan bahwa ayat ini turun pada Asma’ binti Abi Bakr –radhiyallahu ‘anhuma-, di mana ibundanya –Qotilah binti ‘Abdil ‘Uzza- yang musyrik dan ia diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap menjalin hubungan dengan ibunya. Ini adalah pendapat dari ‘Abdullah bin Az Zubair.
Imam Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya “Menjalin hubungan dengan orang tua yang musyrik”. Kemudian beliau membawakan riwayat berikut, Asma’ mengatakan:
أَتَتْنِى أُمِّى رَاغِبَةً فِى عَهْدِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَسَأَلْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - آصِلُهَا قَالَ « نَعَمْ
“Ibuku mendatangiku dan ia sangat ingin aku menyambung hubungan dengannya. Kemudian aku menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bolehkah aku tetap menjalin hubungan dengannya? Beliau pun menjawab, “Iya boleh”.” Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa setelah itu Allah menurunkan firman-Nya (yang artinya), “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama” (QS. Al Mumtahanah: 8)
Turunlah ayat ini (Q.S. 60 : 8) berkenaan dengan peristiwa tersebut yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang yang tidak memusuhi Agama Allah.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Siti Qatilah (mantan istri Abu Bakar) yang telah diceraikannya pada zaman Jahiliyyah datang kepada anaknya bernama ‘Asma binti Abi Bakir, membawa bingkisan. Asma menolak pemberian itu bahkan tidak memprkenankan ibunya masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu ia mengutus seseorang kepada Aisyah ( saudaranya) untuk bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah SAW, maka Rasul pun memerintahkan untuk menerimanya dengan baik serta menerma pula bingkisannya.
At Thabary dalam tafsirnya (Juz 23/322) mengutip hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Az Zubair r.a. dari bapaknya yang berkata: ayat ini turun tentang Asma binti Abu Bakar r.a. Asma r.a. punya ibu yang masih jahiliyah yang bernama Qatilah bin Abdul Uzza. Ibunya mendatanginya dengan membawa hadiah-hadiah. Asma berkata: Saya tidak menerima hadiah anda dan anda jangan masuk ke rumah saya sampai saya diizinkan oleh Rasulullah saw. hal itu disampaikan oleh Aisyah r.a. kepada Rasulullah saw. Lalu turunlah firman Allah di atas.
Akan tetapi ada yang menyatakan bahwa ayat ini turun mengenai Khuza’ah Banil Harts, Kinanah, Muzainah, dan beberapa golongan arab yang telah berdamai dengan Rasulullah untuk tidak memeranginya dan tidak pula memihak kepada musuh.



C. Korelasi dengan ayat - ayat sebelumnya
          ••        
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Maksudnya, semoga Allah menjadikan antara kamu (muslimin) dengan musuh-musuhmu dari orang-orang kafir Mekkah rasa kasih saying sesudah kebencian. Allah Maha Kuasa atas sesuatu sehingga Dia dapat mempersatukan antara hati-hati yang bermusuhan, Maha Pengampun terhdap orang-orang yang dalam diri mereka ditanamkan rasa cinta, apabila mereka bertaubat dari kesalahan itu, dan Maha Kasih kepada mereka untuk tidak menyiksa mereka seesudah bertaubat. Itu terjadi ddengan penaklukan Mekkah ketika orang-orang musyrik masuk ke dalam agam Allah secara berbondongbondong. Dan terjadi pula di antara mereka itu perpaduan dan semenda, serta hubungan yang paling kuat. Sebagaimana di firmankanNya:
                         •           
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Kemudian Allah memperbolehkan mereka berhubungan dengan orang-orang kafir yang tidak memerangi mereka.
                  •    
Allah tidak melarang kamu berbuat baik kepada orng-orang kafir yang tidak memerangi kamu karena agama, tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu dan tidak membantu orang dalam pengusiran tersebut. Yaitu Khuzaah dan kabilah-kabilah lain yang beruding dengan Rasulullah untuk tidak berperang dan melaukan pengusiran. Allah meerintahkan kepada Rasul-Nya untuk berbuat baik dan menepati janji kepada mereka selama masa perjanjian dengan mereka.
Kemudian Allah menambah urusan itu menjadi semakin jelas dan terang. Firmannya:
                
Akan tetapi Dia melarangmu bersahabat dengan oramg-orang yang mengadakan permusuhan denganmu, sehingga mereka memerngai dan mengusir kamu, atau membantu orang untuk mengusirmu, seperti orang-orang musyrik Makkah. Sebagian dari orang-orang musyrik Mekkah itu berusaha untuk mengusir orang-orang mukmin dan sebagian lainnya membantu kelompok pengusir.
Kemudian Allah mempertegas ancaman mengenai persahabatan dengan mereka itu. Setelah bersahabat dengan orang-orang yang tidak boleh dijadikan sahabat, dan meletakkan persahabatan mereka bukan pada tempatnya, bahkan menyalahi perintah Allah dalam hal itu.
D. Kata- kata Penting (المفر اد ت)
عسى =Kata untuk menunjukkan harapan akan terjadinya apa yang ada sesudah kata itu. Apabila kata ini datang dari Allah, maka apa yang sesudahnya wajib terjadinya.
ان تبروهم = Jika kamu berbuat kebajikan dan kebaikan kepada mereka.
وتقسطوااليهم = Kamu adil terhadap mereka dalam kebajikan dan kebaikan.
المقسطين = Orang-orang yang adil.

E. Makna Keseluruhan (Pengertian Secara Umum)
Di awal surat ini, yakni surat Al Mumtahanah, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melarang umat Islam menjadikan orang-orang kafir sebagai kekasih. Allah telah memutuskan cinta kasih antara Muslim dan kafir. Sebagian kaum Muslimin merasa bingung dan menganggap bahwa berbuat baik kepada orang kafir termasuk bagian dari loyalitas dan kecintaan kepada mereka. Maka Allah menjelaskan bahwa hal itu tidak termasuk loyalitas yang terlarang karena Allah tidak melarang berbuat baik kepada mereka. Bahkan Allah telah menuliskan kebaikan ada pada setiap sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya. Adapun yang terlarang adalah ber-walaâ (setia) kepada orang kafir dan mencintai mereka.
At Thabary mengatakan penafsiran yang paling benar terhadap ayat di atas adalah bahwa Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berhubungan serta bersikap adil kepada orang-orang kafir dari kalangan agama dan kepercayaan apapun yang tidak memerangi kalian karena agama Islam kalian. At Tabary juga mengatakan bahwa hukum berbuat baik dari ayat ini tidak dinasakh dengan ayat-ayat pedang, sebab sikap baik seorang mukmin kepada kaum yang memerangi kaum mukmin baik yang memiliki hubungan kekerabatan maupun tidak adalah tidak diharamkan dan tidak dilarang selama kebaikan mukmin kepada mereka tidak membuka rahasia kaum mukmin dan tidak menguatkan mereka seperti memberikan kuda dan senjata.
Dalam kitab Sahih Bukhary diriwayatkan bahwa Rasulullah saw, mengirim surat ajakan masuk Islam kepada Kaisar Rumawy yang beragama Nasrani, Heraqlius. Dalam pendahuluan surat ditulis : salamun ‘ala manit taba'al huda yang artinya salam kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk! Inilah teks kalimat salam yang diajarkan Rasulullah saw. kepada kita.
Al Qasimy dalam Mahasinut Ta'wil menerangkan bahwa makna ayat di atas adalah Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang-orang kafir, namun yang dilarang adalah bersahabat dengan mereka. Berbuat baik ini merupakan rahmat bagi mereka, terhadap kekerasan permusuhan mereka.
Al Mawardy dalam tafsirnya (Juz 5/518) mengatakan bahwa riwayat dari Ibnu Az Zubair tentang ibu Asma binti Abu Bakar yang musyrik yang memberikan hadiah kepada Asma adalah terjadi pada saat perdamaian dalam perjanjian Hudaibiyah dimana Rasulullah saw. sebagai kepala negara Islam di kota Madinah menyetujui perjanjian gencatan senjata dengan kaum Kafir Quraisy selama 10 tahun. Al Mawardy juga mengutip satu pendapat bahwa kebaikan dalam ayat tersebut pada kasus infaq dimana itu harus diberikan kepada orang yang harus dinafkahi sekalipun mereka non muslim.
Az Zuhaily dalam tafsir al Munir mengatakan jika seorang penguasa muslim merasa tentram dengan sikap hangat orang-orang non muslim dan percaya kepada mereka, maka boleh bekerjasama dengan mereka. Sebagai contoh, kaum Yahudi pernah membantu kaum muslimin dalam membebaskan Andalusia, kaum Kristen Qibthi pernah membantu kaum muslimin dalam menaklukkan Mesir. Juga boleh mempekerjakan mereka penjadi pegawai di Daulah Islam. Umar bin Khaththab pernah mempekerjakan orang-orang Rumawi di kantor-kantor Daulah.
Az Zuhailiy dalam Tafsir Munir mengatakan bahwa umat Islam dilarang memintakan ampun (istighfar) untuk orang kafir setelah mati. Boleh mendoakan orang-orang kafir ketika masih hidup dengan makna meminta agar diberi hidayah dan petunjuk Allah. Allah SWT berfirman:
“Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At Taubah 113).
Kriteria yang dipakai untuk ukuran berbagai tingkat perkawanan atau perseteruan adalah kepatuhan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW. Alasan-alasan lain seperti, kepentingan pribadi, rasial, teritorial, tidak boleh dijadikan motif oleh seorang beriman untuk bersahabat ataupun membenci orang lain.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa bersahabat karena Allah semata, dan membenci karena Allah semata, ia telah menyempurnakan Imannya”. (Bukhari dan Muslim)
Jelaslah bahwa orang-orang mukmin dilarang berkawan akrab secara pribadi dengan orang-orang non-muslim, bahkan dengan kaum Nasrani dan Yahudi, agar mereka tidak berbagi rahasia negeri (khilafah) Islam dengan orang luar. Hal ini demi keselamatan dan ketenteraman rakyat dan negerinya.
Di dalam Surat Ali Imran Ayat 118,119,120 Allah SWT berfirman:

Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil teman kepercayaan dari orang-orang diluar kalangan-mu sendiri, karena mereka tidak henti-hentinya memudharatkanmu. Mereka menyukai hal-hal yang menyusahkanmu.Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan lebih besar lagi yang disembunyikan didalam hati mereka. Sungguh telah Kami buat sejelas-jelasnya keterangan Kami, jika kamu memahami. Beginilah kamu, kamu mencinta mereka padahal mereka tidak mencintaimu, meskipun kamu beriman kepada semua kitab. Ketika mereka berada diantara kamu, mereka berkata,”Kami beriman”. Ketika mereka jauh darimu,mereka menggigit ujung jari mereka karena geram bercampur benci kepadamu. Katakanlah, “Matilah kalian dalam kegeramanmu itu”. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang tersembunyi didalam hati. Jika kamu memperoleh kebaikan mereka bersedih hati, namun jika kemalangan yang kamu dapati, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tak sedikitpun tipu daya mereka memudharatkanmu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala hal yang mereka kerjakan.
Meskipun demikian, orang-orang Muslim diharuskan memenuhi hak-hak orang-orang kafir yang tinggal di negeri Islam. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Aku akan mewakili orang-orang kafir di Hari Pembalasan, untuk menuntut siapa saja yang mengganggu mereka yang tinggal di negeri Islam. Ketika aku menjadi penuntut, pastilah aku memenangkan tuntutanku. ”Hal serupa diriwayatkan oleh Jundub bin Abdillah R.A
bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT telah melarang bahwasanya aku mengakibatkan kebengisan terhadap seorang kafir yang hidup di negeri Islam.”
Rasulullah SAW juga telah bersabda: “Aku kelak di Hari Pembalasan harus memohon dipihak seorang kafir yang pernah teraniaya atau dikurangi hak-hak dasarnya, atau jika ia pernah menderita tekanan-tekanan diluar kesanggupannya, atau pernah diambil harta miliknya tanpa seizinnya,oleh seorang mukmin.”
Jadi, hubungan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir bersifat adil,saling hormat-menghormati, dan masuk akal. Semoga Allah SWT menolong kita untuk hidup berdasarkan petunjuk-Nya didalam Al-Qur’an dan keteladanan perilaku yang telah dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW dan para Khalifah Rasulullah yang telah memperoleh bimbingan dan petunjuk yang benar. Amiin.



PENUTUP
Kebolehan berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang kafir dalam tafsir dari ayat di atas adalah kebolehan terhadap umat Islam dalam memberikan makanan, minuman, maupun menerima hadiah dan bermu'amalat yang dikerjakan oleh kaum muslimin terhadap orang-orang kafir dengan tetap berpegang teguh pada syariat Allah dan tidak membuat kaum kafir menjadi lebih kuat dan membahayakan umat Islam. Tentu saja bersikap dan berbuat "baik" terhadap orang-orang kafir yang melanggar syariat Allah apalagi merusak akhlak, ibadat, dan aqidah umat Islam sendiri dan membuat orang-orang kafir lebih kuat apalagi mendominasi umat Islam seperti beristighfar memintakan ampun untuk orang kafir yang sudah mati, sikap membela keberadaan kelompok sesat yang telah menodai ajaran Islam, membiarkan aktivitas pemurtadan, atau mengizinkan perkawinan laki-laki dengan laki-laki demi perwujudan HAM, adalah contoh-contoh perbuatan yang tidak dibenarkan oleh Allah SWT.


DAFTAR PUSTAKA
Mushthafa, Ahmad. dkk. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz 28. Semarang: Toha Putra.
Shaleh, Qamaruddin. dkk. 1995. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat
Al-Quran. Bandung: Dipnegoro.
http://HidayahNYA.com – Berbuat baik kepada orang-orang non muslim, akses : 5 Mei 2011.
http://Tafsir Ulama (Q.S. Al-Mumtahanah: 8-9), Tentang bersahabat dengan non muslim, akses:
8 Mei 2011.
http://blogger-Index!. Com, akses: 8 Mei 2011.