Selasa, 17 Januari 2012

Menegakkan Keadilan bagi Non Muslim ( Q.S. Al-Mumtahanah:8 )

PENDAHULUAN

Setiap individu tentunya menginginkan adanya persamaan dan keadilan secara merata, tanpa memandang latar belakang suku, ras, jabatan, agama dll, baik dalam bidang hukum, ekonomi dan agama. Oleh karena itu, seruan untuk berlaku adil akan dikumandangkan oleh semua agama sebagai seruan kebaikan yang bersifat universal. Hal ini mengindikasikan atas urgensitas adil dalam konteks hubungan antar umat beragama, akan tetapi sebagai bentuk realisasi dari keinginan yang bersifat fitri tersebut demi tercapainya kehidupan yang harmonis di antara warga masyarakat, baik yang seagama maupun tidak seagama. Sebagaimana Firman Allah dalam QS al-Maidah 05: 8 “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Al-Qur’an sejak sekitar kurang lebih 1400 tahun, telah banyak memberikan gambaran-gambaran bagaimana cara menjalin hidup berdampingan dengan antar umat beragama, indikasi tersebut bisa di lihat dari Surat al-Mumtahanah 60: 8-9:
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Setelah Allah mencegah umat Islam untuk mengungkapkan rahasia-rahasia perang kepada musuhnya (orang kafir). Kemudian Allah memberikan isyarat untuk berteman dengan non muslim yang berbuat baik dan tidak memerangi umat Islam, isyarat tersebut dapat dilihat secara jelas dalam QS. Al-Mumtahanah 60:8-9.

PEMBAHASAN

A. Ayat Tentang Menegakkan Keadilan Bagi Non Muslim (Al – Mumtahanah: 8)
                  •    
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

B. Asbabun Nuzul ( Q.S. 60:8 )
Untuk siapa sebab diturunkannya ayat di atas? Dalam hal ini ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsir. Di antara pendapat tersebut adalah yang menyatakan bahwa ayat ini turun pada Asma’ binti Abi Bakr –radhiyallahu ‘anhuma-, di mana ibundanya –Qotilah binti ‘Abdil ‘Uzza- yang musyrik dan ia diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap menjalin hubungan dengan ibunya. Ini adalah pendapat dari ‘Abdullah bin Az Zubair.
Imam Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya “Menjalin hubungan dengan orang tua yang musyrik”. Kemudian beliau membawakan riwayat berikut, Asma’ mengatakan:
أَتَتْنِى أُمِّى رَاغِبَةً فِى عَهْدِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَسَأَلْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - آصِلُهَا قَالَ « نَعَمْ
“Ibuku mendatangiku dan ia sangat ingin aku menyambung hubungan dengannya. Kemudian aku menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bolehkah aku tetap menjalin hubungan dengannya? Beliau pun menjawab, “Iya boleh”.” Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa setelah itu Allah menurunkan firman-Nya (yang artinya), “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama” (QS. Al Mumtahanah: 8)
Turunlah ayat ini (Q.S. 60 : 8) berkenaan dengan peristiwa tersebut yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang yang tidak memusuhi Agama Allah.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Siti Qatilah (mantan istri Abu Bakar) yang telah diceraikannya pada zaman Jahiliyyah datang kepada anaknya bernama ‘Asma binti Abi Bakir, membawa bingkisan. Asma menolak pemberian itu bahkan tidak memprkenankan ibunya masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu ia mengutus seseorang kepada Aisyah ( saudaranya) untuk bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah SAW, maka Rasul pun memerintahkan untuk menerimanya dengan baik serta menerma pula bingkisannya.
At Thabary dalam tafsirnya (Juz 23/322) mengutip hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Az Zubair r.a. dari bapaknya yang berkata: ayat ini turun tentang Asma binti Abu Bakar r.a. Asma r.a. punya ibu yang masih jahiliyah yang bernama Qatilah bin Abdul Uzza. Ibunya mendatanginya dengan membawa hadiah-hadiah. Asma berkata: Saya tidak menerima hadiah anda dan anda jangan masuk ke rumah saya sampai saya diizinkan oleh Rasulullah saw. hal itu disampaikan oleh Aisyah r.a. kepada Rasulullah saw. Lalu turunlah firman Allah di atas.
Akan tetapi ada yang menyatakan bahwa ayat ini turun mengenai Khuza’ah Banil Harts, Kinanah, Muzainah, dan beberapa golongan arab yang telah berdamai dengan Rasulullah untuk tidak memeranginya dan tidak pula memihak kepada musuh.



C. Korelasi dengan ayat - ayat sebelumnya
          ••        
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Maksudnya, semoga Allah menjadikan antara kamu (muslimin) dengan musuh-musuhmu dari orang-orang kafir Mekkah rasa kasih saying sesudah kebencian. Allah Maha Kuasa atas sesuatu sehingga Dia dapat mempersatukan antara hati-hati yang bermusuhan, Maha Pengampun terhdap orang-orang yang dalam diri mereka ditanamkan rasa cinta, apabila mereka bertaubat dari kesalahan itu, dan Maha Kasih kepada mereka untuk tidak menyiksa mereka seesudah bertaubat. Itu terjadi ddengan penaklukan Mekkah ketika orang-orang musyrik masuk ke dalam agam Allah secara berbondongbondong. Dan terjadi pula di antara mereka itu perpaduan dan semenda, serta hubungan yang paling kuat. Sebagaimana di firmankanNya:
                         •           
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Kemudian Allah memperbolehkan mereka berhubungan dengan orang-orang kafir yang tidak memerangi mereka.
                  •    
Allah tidak melarang kamu berbuat baik kepada orng-orang kafir yang tidak memerangi kamu karena agama, tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu dan tidak membantu orang dalam pengusiran tersebut. Yaitu Khuzaah dan kabilah-kabilah lain yang beruding dengan Rasulullah untuk tidak berperang dan melaukan pengusiran. Allah meerintahkan kepada Rasul-Nya untuk berbuat baik dan menepati janji kepada mereka selama masa perjanjian dengan mereka.
Kemudian Allah menambah urusan itu menjadi semakin jelas dan terang. Firmannya:
                
Akan tetapi Dia melarangmu bersahabat dengan oramg-orang yang mengadakan permusuhan denganmu, sehingga mereka memerngai dan mengusir kamu, atau membantu orang untuk mengusirmu, seperti orang-orang musyrik Makkah. Sebagian dari orang-orang musyrik Mekkah itu berusaha untuk mengusir orang-orang mukmin dan sebagian lainnya membantu kelompok pengusir.
Kemudian Allah mempertegas ancaman mengenai persahabatan dengan mereka itu. Setelah bersahabat dengan orang-orang yang tidak boleh dijadikan sahabat, dan meletakkan persahabatan mereka bukan pada tempatnya, bahkan menyalahi perintah Allah dalam hal itu.
D. Kata- kata Penting (المفر اد ت)
عسى =Kata untuk menunjukkan harapan akan terjadinya apa yang ada sesudah kata itu. Apabila kata ini datang dari Allah, maka apa yang sesudahnya wajib terjadinya.
ان تبروهم = Jika kamu berbuat kebajikan dan kebaikan kepada mereka.
وتقسطوااليهم = Kamu adil terhadap mereka dalam kebajikan dan kebaikan.
المقسطين = Orang-orang yang adil.

E. Makna Keseluruhan (Pengertian Secara Umum)
Di awal surat ini, yakni surat Al Mumtahanah, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melarang umat Islam menjadikan orang-orang kafir sebagai kekasih. Allah telah memutuskan cinta kasih antara Muslim dan kafir. Sebagian kaum Muslimin merasa bingung dan menganggap bahwa berbuat baik kepada orang kafir termasuk bagian dari loyalitas dan kecintaan kepada mereka. Maka Allah menjelaskan bahwa hal itu tidak termasuk loyalitas yang terlarang karena Allah tidak melarang berbuat baik kepada mereka. Bahkan Allah telah menuliskan kebaikan ada pada setiap sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya. Adapun yang terlarang adalah ber-walaâ (setia) kepada orang kafir dan mencintai mereka.
At Thabary mengatakan penafsiran yang paling benar terhadap ayat di atas adalah bahwa Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berhubungan serta bersikap adil kepada orang-orang kafir dari kalangan agama dan kepercayaan apapun yang tidak memerangi kalian karena agama Islam kalian. At Tabary juga mengatakan bahwa hukum berbuat baik dari ayat ini tidak dinasakh dengan ayat-ayat pedang, sebab sikap baik seorang mukmin kepada kaum yang memerangi kaum mukmin baik yang memiliki hubungan kekerabatan maupun tidak adalah tidak diharamkan dan tidak dilarang selama kebaikan mukmin kepada mereka tidak membuka rahasia kaum mukmin dan tidak menguatkan mereka seperti memberikan kuda dan senjata.
Dalam kitab Sahih Bukhary diriwayatkan bahwa Rasulullah saw, mengirim surat ajakan masuk Islam kepada Kaisar Rumawy yang beragama Nasrani, Heraqlius. Dalam pendahuluan surat ditulis : salamun ‘ala manit taba'al huda yang artinya salam kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk! Inilah teks kalimat salam yang diajarkan Rasulullah saw. kepada kita.
Al Qasimy dalam Mahasinut Ta'wil menerangkan bahwa makna ayat di atas adalah Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang-orang kafir, namun yang dilarang adalah bersahabat dengan mereka. Berbuat baik ini merupakan rahmat bagi mereka, terhadap kekerasan permusuhan mereka.
Al Mawardy dalam tafsirnya (Juz 5/518) mengatakan bahwa riwayat dari Ibnu Az Zubair tentang ibu Asma binti Abu Bakar yang musyrik yang memberikan hadiah kepada Asma adalah terjadi pada saat perdamaian dalam perjanjian Hudaibiyah dimana Rasulullah saw. sebagai kepala negara Islam di kota Madinah menyetujui perjanjian gencatan senjata dengan kaum Kafir Quraisy selama 10 tahun. Al Mawardy juga mengutip satu pendapat bahwa kebaikan dalam ayat tersebut pada kasus infaq dimana itu harus diberikan kepada orang yang harus dinafkahi sekalipun mereka non muslim.
Az Zuhaily dalam tafsir al Munir mengatakan jika seorang penguasa muslim merasa tentram dengan sikap hangat orang-orang non muslim dan percaya kepada mereka, maka boleh bekerjasama dengan mereka. Sebagai contoh, kaum Yahudi pernah membantu kaum muslimin dalam membebaskan Andalusia, kaum Kristen Qibthi pernah membantu kaum muslimin dalam menaklukkan Mesir. Juga boleh mempekerjakan mereka penjadi pegawai di Daulah Islam. Umar bin Khaththab pernah mempekerjakan orang-orang Rumawi di kantor-kantor Daulah.
Az Zuhailiy dalam Tafsir Munir mengatakan bahwa umat Islam dilarang memintakan ampun (istighfar) untuk orang kafir setelah mati. Boleh mendoakan orang-orang kafir ketika masih hidup dengan makna meminta agar diberi hidayah dan petunjuk Allah. Allah SWT berfirman:
“Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At Taubah 113).
Kriteria yang dipakai untuk ukuran berbagai tingkat perkawanan atau perseteruan adalah kepatuhan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW. Alasan-alasan lain seperti, kepentingan pribadi, rasial, teritorial, tidak boleh dijadikan motif oleh seorang beriman untuk bersahabat ataupun membenci orang lain.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa bersahabat karena Allah semata, dan membenci karena Allah semata, ia telah menyempurnakan Imannya”. (Bukhari dan Muslim)
Jelaslah bahwa orang-orang mukmin dilarang berkawan akrab secara pribadi dengan orang-orang non-muslim, bahkan dengan kaum Nasrani dan Yahudi, agar mereka tidak berbagi rahasia negeri (khilafah) Islam dengan orang luar. Hal ini demi keselamatan dan ketenteraman rakyat dan negerinya.
Di dalam Surat Ali Imran Ayat 118,119,120 Allah SWT berfirman:

Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil teman kepercayaan dari orang-orang diluar kalangan-mu sendiri, karena mereka tidak henti-hentinya memudharatkanmu. Mereka menyukai hal-hal yang menyusahkanmu.Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan lebih besar lagi yang disembunyikan didalam hati mereka. Sungguh telah Kami buat sejelas-jelasnya keterangan Kami, jika kamu memahami. Beginilah kamu, kamu mencinta mereka padahal mereka tidak mencintaimu, meskipun kamu beriman kepada semua kitab. Ketika mereka berada diantara kamu, mereka berkata,”Kami beriman”. Ketika mereka jauh darimu,mereka menggigit ujung jari mereka karena geram bercampur benci kepadamu. Katakanlah, “Matilah kalian dalam kegeramanmu itu”. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang tersembunyi didalam hati. Jika kamu memperoleh kebaikan mereka bersedih hati, namun jika kemalangan yang kamu dapati, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tak sedikitpun tipu daya mereka memudharatkanmu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala hal yang mereka kerjakan.
Meskipun demikian, orang-orang Muslim diharuskan memenuhi hak-hak orang-orang kafir yang tinggal di negeri Islam. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Aku akan mewakili orang-orang kafir di Hari Pembalasan, untuk menuntut siapa saja yang mengganggu mereka yang tinggal di negeri Islam. Ketika aku menjadi penuntut, pastilah aku memenangkan tuntutanku. ”Hal serupa diriwayatkan oleh Jundub bin Abdillah R.A
bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT telah melarang bahwasanya aku mengakibatkan kebengisan terhadap seorang kafir yang hidup di negeri Islam.”
Rasulullah SAW juga telah bersabda: “Aku kelak di Hari Pembalasan harus memohon dipihak seorang kafir yang pernah teraniaya atau dikurangi hak-hak dasarnya, atau jika ia pernah menderita tekanan-tekanan diluar kesanggupannya, atau pernah diambil harta miliknya tanpa seizinnya,oleh seorang mukmin.”
Jadi, hubungan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir bersifat adil,saling hormat-menghormati, dan masuk akal. Semoga Allah SWT menolong kita untuk hidup berdasarkan petunjuk-Nya didalam Al-Qur’an dan keteladanan perilaku yang telah dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW dan para Khalifah Rasulullah yang telah memperoleh bimbingan dan petunjuk yang benar. Amiin.



PENUTUP
Kebolehan berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang kafir dalam tafsir dari ayat di atas adalah kebolehan terhadap umat Islam dalam memberikan makanan, minuman, maupun menerima hadiah dan bermu'amalat yang dikerjakan oleh kaum muslimin terhadap orang-orang kafir dengan tetap berpegang teguh pada syariat Allah dan tidak membuat kaum kafir menjadi lebih kuat dan membahayakan umat Islam. Tentu saja bersikap dan berbuat "baik" terhadap orang-orang kafir yang melanggar syariat Allah apalagi merusak akhlak, ibadat, dan aqidah umat Islam sendiri dan membuat orang-orang kafir lebih kuat apalagi mendominasi umat Islam seperti beristighfar memintakan ampun untuk orang kafir yang sudah mati, sikap membela keberadaan kelompok sesat yang telah menodai ajaran Islam, membiarkan aktivitas pemurtadan, atau mengizinkan perkawinan laki-laki dengan laki-laki demi perwujudan HAM, adalah contoh-contoh perbuatan yang tidak dibenarkan oleh Allah SWT.


DAFTAR PUSTAKA
Mushthafa, Ahmad. dkk. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz 28. Semarang: Toha Putra.
Shaleh, Qamaruddin. dkk. 1995. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat
Al-Quran. Bandung: Dipnegoro.
http://HidayahNYA.com – Berbuat baik kepada orang-orang non muslim, akses : 5 Mei 2011.
http://Tafsir Ulama (Q.S. Al-Mumtahanah: 8-9), Tentang bersahabat dengan non muslim, akses:
8 Mei 2011.
http://blogger-Index!. Com, akses: 8 Mei 2011.

1 komentar: