Kamis, 19 Januari 2012

Money Laundering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurangnya moral dari pemegang kekuasaan di negara kita serta belum adanya keselarasan dari seluruh ketentuan perundang-undangan yang ada merupakan fenomena yang terjadi dari isu penanganan masalah yang lemah dan tebang pilih. Sehingga menjadikan sebuah keterpurukan tersendiri bagi Negara Indonesia yang berdampak keberbagai faktor, diantaranya adalah rendahnya pertumbuhan ekonomi, dan meningkatnya pengangguran, serta kemiskinan yang pada akhirnya memicu peningkatan angka kriminalitas. Selain daripada itu, dampak lainnya dapat dilihat pada relatif rendahnya tingkat kompetisi perdagangan, dan kurangnya insentif yang menyebabkan iklim berusaha tidak dapat berjalan secara kondusif. Dengan berkembangnya teknologi yang semakin maju, menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan diberbagai segi, baik itu segi politik, sosial ataupun budaya. Salah satu yang turut berkembang adalah kriminalitas. Kejahatan-kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan dalam batas wilayah-wilayah negara, namun meluas ke berbagai negara lain, sehingga sering disebut transnasional crime. Dalam kejahatan transnasional harta kekayaan hasil dari kejahatan biasanya oleh pelaku disembunyikan, kemudian dikeluarkan seolah-olah dari hasil legal. Hal tersebut lebih dikenal dengan money laundering. Pencucian uang yang sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks hukum pidana ataupun kriminologi, adalah suatu modus dari kejahatan non konvensional sebagai side effect yang mengiringi datangnya era globalisasi. Dalam prakteknya, dana yang berasal dari berbagai tindak pidana tidak langsung digunakan oleh pelaku kejahatan, karena konsekuensinya akan mudah dilacak oleh aparat penegak hukum mengenai sumber hasil diperolehnya dana tersebut, biasanya dana tersebut dimasukkan dahulu ke sistem keuangan atau perbankan. Dari perbankan ini lebih menyulitkan penegak hukum, pelaku sering menanamkan uang kejahatannya ke berbagai bisnis legal. Dengan demikian seolah terlihat bahwa kekayaan para penjahat yang diputar melalui proses-proses seperti diatas menjadi halal atau sah. Pencucian uang tidak hanya sekedar masalah internal Indonesia saja tetapi masalah internasional juga. Oleh karena itu berbagai konverensi telah diadakan upaya membahas cara atau metode yang sebaiknya mencegah dan memberantas kejahatan tersebut. Sehubungan dengan itu, Indonesia telah mengkriminalisasikan pencucian uang sebagai bentuk tindak pidana seperti yang diatur dalam UU RI No.15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang jo. UU No. 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No. 15 tahun 2002 tentang pidana pencucian uang. B. Pokok Masalah Bertitik tolak dari pemaparan diatas, kiranya dapat dipahami bahwa pokok masalah yang dibahas dalam penyusunan makalah ini adalah bagaimana kriteria pencucian uang dan sanksi pidana apa saja yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidan Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, sehingga kemudian seolah-olah muncul uang yang sah atau yang halal. Untuk mengenal tindakan anti pencucian uang (anti money laundering) terlebih dahulu harus diketahui apa itu pencucian uang. Pencucian uang merupakan suatu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang yang dihasilkan dari suatu aksi kejahatan, seperti prostitusi, perdagangan obat bius, korupsi, penyelundupan, penipuan, pemalsuan, perjudian, dan lain lain. Uang hasil kejahatan akan dicoba untuk disimpan dalam institusi keuangan (termasuk bank) dan dengan cara tertentu asal usul uang tersebut disamarkan. Untuk selanjutnya, uang tersebut digunakan kembali untuk membiayai aksi kejahatan lainnya, dan mencucinya lagi, demikian seterusnya. B. Pengaruh pencucian uang Sebagai akibat dari pencucian uang, aksi kejahatan akan meningkat, yang pada akhirnya akan membahayakan keamanan masyarakat sehingga biaya sosial yang dikeluarkan pemerintah untuk memberantas tindak kejahatan juga akan meningkat. Disamping itu, kegiatan pencucian uang dapat berpengaruh kepada perekonomian, karena ada kemungkinan secara tiba-tiba uang tersebut ditarik dari sistem keuangan Indonesia dalam jumlah besar yang akan berdampak kepada kestabilan nilai rupiah dan suku bunga. Baik cara perolehan uang yang illegal maupun transaksi keuangan untuk melegalkan uang hasil tindakan illegal menimbulkan dampak ekonomi mikro dan makro. Dampak ekonomi mikro : a. cara perolehan uang yang illegal mengganggu jalannya mekanisme pasar. Esensi sistem pasar adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap pemilikan pribadi atas faktor-faktor produksi maupun atas barang-barang serta jasa-jasa yang digunakan untuk keperluan konsumsi. Namun dengan adanya peluang perolehan uang yang ilegal telah menunjukkan tidak adanya perlindungan dari penguasa atas hak milik, pasar menjadi tidak efisien yang ditunjukkan dengan meningkatnya biaya transaksi pasar, adanya akses yang asimetris pada informasi pasar yang menyebabkan transaksi bersifat zero sum game dalam arti bahwa keuntungan suatu pihak dapat membawa kerugian bagi pihak lain. b. transaksi keuangan untuk melegalkan hasil perolehan uang yang illegal membawa dampak penurunan produktifitas masyarakat. Dampak ekonomi makro : a. tindak pidana pencucian uang menghindarkan kewajiban pembayaran pajak yang berarti mengurangi penerimaan Negara. b. apabila transaksi keuangan yang dilakukan adalah dengan membawa uang yang ilegal ke luar negeri maka akan menambah defisit neraca pembayaran luar negeri, selain itu juga mengakibatkan berkurangnya dana perbankan yang menyebabkan kesulitan bank melakukan ekspansi kredit. c. Apabila Negara memperoleh sejumlah uang ilegal dari luar negeri maka akan menambah kegoncangan stabilitas ekonomi makro. Terlebih untuk Negara yang tidak memiliki cukup banyak instrumen moneter sehingga tidak mampu mensterilisasi dampak moneter pemasukan modal. Jika bank sentral membeli devisa yang masuk itu sebagai upaya untuk mempertahankan nilai tukar luar negeri mata uang nasionalnya, jumlah uang beredar akan bertambah dengan cepat dan tambahan jumlah uang beredar itu akan menyulut inflasi sehingga menimbulkan gangguan pada keseimbangan internal perekonomian. Akan tetapi jika bank sentral tidak membeli devisa yang masuk akan menguatkan nilai tukar mata uang nasional yang menyebabkan berkurangnya insentif kegiatan ekspor. Pengurangan ini akan menambah defisit neraca pembayaran luar negeri. C. Tahapan Pencucian Uang a. tahap penempatan (placement), merupakan tahap pengumpulan dan penempatan uang hasil kejahatan pada suatu bank atau tempat tertentu yang diperkirakan aman guna mengubah bentuk uang tersebut agar tidak teridentifikasi, biasanya sejumlah uang tunai dalam jumlah besar dibagi dalam jumlah yang lebih kecil dan ditempatkan pada beberapa rekening di beberapa tempat; b. tahap pelapisan (layering), merupakan upaya untuk mengurangi jejak asal muasal uang tersebut diperoleh atau ciri-ciri asli dari uang hasil kejahatan tersebut atau nama pemilik uang hasil tindak pidana, dengan melibatkan tempat-tempat atau bank di negara-negara dimana kerahasiaan bank akan menyulitkan pelacakan jejak uang. Tindakan ini dapat berupa : mentransfer ke negara lain dalam bentuk mata uang asing, pembelian property, pembelian saham pada bursa efek menggunakan deposit yang ada di Bank A untuk meminjam uang di Bank B dan sebagainya. c. tahap penggabungan (integration), merupakan tahap mengumpulkan dan menyatukan kembali uang hasil kejahatan yang telah melalui tahap pelapisan dalam suatu proses arus keuangan yang sah. Pada tahap ini uang hasil kejahatan benar-benar telah bersih dan sulit untuk dikenali sebagai hasil tindak pidana, muncul kembali sebagai asset atau investasi yang tampak legal. D. Modus-Modus Pencucian Uang Dalam perbuatan tindak pidana pencucian uang terdapat pengkategorian beberapa modus yang didasarkan pada tipologinya : a. tipologi dasar : 1). modus orang ketiga, yaitu dengan menggunakan seseorang untuk menjalankan perbuatan tertentu yang diinginkan oleh pelaku pencurian uang, dapat dengan menggunakan atau mengatasnamakan orang ketiga atau orang lain lagi yang berlainan. Ciri-cirinya adalah : orang ketiga hampir selalu nyata dan bukan hanya nama palsu dalam dokumen, orang ketiga biasanya menyadari ia dipergunakan, orang ketiga tersebut merupakan orang kepercayaan yang bisa dikendalikan, dan hubungannya dengan pelaku sangat dekat sehingga dapat berkomunikasi setiap saat. 2). modus topeng usaha sederhana, merupakan kelanjutan modus orang ketiga, dimana orang tersebut akan diperintahkan untuk mendirikan suatu bidang usaha dengan menggunakan kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana. 3). modus perbankan sederhana, dapat merupakan kelanjutan modus pertama dan kedua, namun juga dapat berdiri sendiri. Disini terjadi perpindahan sistem transaksi tunai yang berubah dalam bentuk cek kontan, cek perjalanan, atau bentuk lain dalam deposito, tabungan yang dapat ditransfer dengan cepat dan digunakan lagi dalam pembelian aset-aset. Modus ini banyak meninggalkan jejak melalui dokumen rekening koran, cek, dan data-data lain yang mengarah pada nasabah itu, serta keluar masuknya dari proses transaksi baik yang menuju pada seseorang maupun pada aset-aset, atau pun pada pembayaran-pembayaran lain. 4).modus kombinasi perbankan atau usaha, yang dilakukan oleh orang ketiga yang menguasai suatu usaha dengan memasukkan uang hasil kejahatan ke bank untuk kemudian ditukar dengan cek yang kemudian digunakan untuk pembelian aset atau pendirian usahausaha lain. b. tipologi ekonomi : 1).model smurfing, yakni pelaku menggunakan rekan-rekannya yang banyak untuk memecah sejumlah besar uang tunai dalam jumlahjumlah kecil dibawah batas uang tunai sehingga bank tidak mencurigai kegiatan tersebut untuk kemudian uang tunai tersebut ditukarkan di bank dengan cek wisata atau cek kontan. Bentuk lain adalah dengan memasukkan dalam rekening para smurfing di satu tempat pada suatu bank kemudian mengambil pada bank yang sama di kota yang berbeda atau disetorkan pada rekening-rekening pelaku pencucian uang di kota lain sehingga terkumpul dalam beberapa rekening pelaku pencucian uang. Rekening ini tidak langsung atas nama pelaku namun bisa menunjuk pada suatu perusahaan lain atau rekening lain yang disamarkan nama pemiliknya. 2).model perusahaan rangka, disebut demikian karena perusahaan ini sebenarnya tidak menjalankan kegiatan usaha apapun, melainkan dibentuk agar rekening perusahaannya dapat digunakan untuk memindahkan sesuatu atau uang. Perusahaan rangka dapat digunakan untuk penempatan (placement) dana sementara sebelum dipindah atau digunakan lagi. Perusahaan rangka dapat terhubung satu dengan yang lain misal saham PT A dimiliki oleh PT B yang berada di daerah atau Negara lain, sementara saham PT B sebagian dimiliki oleh PT A, PT B, PT C, dan/atau PT D yang berada di daerah atau Negara lain 3).modus pinjaman kembali, adalah suatu variasi dari kombinasi modus perbankan dan modus usaha. Contohnya : pelaku pencucian uang menyerahkan uang hasil tindak pidana kepada A (orang ketiga), dan A memasukkan sebagian dana tersebut ke bank B dan sebagian dana juga didepositokan ke bank C. Selain itu A meminjam uang ke bank D. Dengan bunga deposito bank C, A kemudian membayar bunga dan pokok pinjamannya dari bank D. Dari segi jumlah memang terdapat kerugian karena harus membayar bunga pinjaman namun uang illegal tersebut telah berubah menjadi uang pinjaman yang bersih dengan dokumen yang lengkap. 4). modus menyerupai MLM. 5).modus under invoicing, yaitu modus untuk memasukkan uang hasil tindak pidana dalam pembelian suatu barang yang nilai jual barang tersebut sebenarnya lebih besar daripada yang dicantumkan dalam faktur. 6).modus over invoicing, merupakan kebalikan dari modus under invoicing. 7).modus over invoicing II, dimana sebenarnya tidak ada barang yang diperjualbelikan, yang ada hanya faktur-faktur yang dijadikan bukti pembelian (penjualan fiktif) sebab penjual dan pembeli sebenarnya adalah pelaku pencucian uang. 8).modus pembelian kembali, dimana pelaku menggunakan dana yang telah dicuci untuk membeli sesuatu yang telah dia miliki. c. tipologi IT : 1). modus E-Bisnis, hampir sama dengan modus menyerupai MLM, namun menggunakan sarana internet. 2). modus scanner merupakan tindak pidana pencucian uang dengan predicate crime berupa penipuan dan pemalsuan atas dokumendokumen transaksi keuangan. d. tipologi hitek adalah suatu bentuk kejahatan terorganisir secara skema namun orang-orang kunci tidak saling mengenal, nilai uang relatif tidak besar tetapi bila dikumpulkan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Dikenal dengan nama modus cleaning dimana kejahatan ini biasanya dilakukan dengan menembus sistem data base suatu bank. E.Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Masyarakat wajib mendukung program pemerintah dalam tindakan anti pencucian uang. Pelaku tindakan pencucian uang dapat dikenakan sanksi pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 15 miliar. Sanksi pidana tersebut diberikan kepada: 1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pencucian uang. 2. Setiap orang yang menerima hasil tindakan pencucian uang. 3. Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai dalam bentuk rupiah minimal sebesar Rp 100 juta, atau dalam mata uang asing yang setara, yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah RI. Pada dasarnya sanksi dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana adalah untuk melindungi hak dan memberi ketenangan terhadap masyarakat dalam membina hubungan sosial selain itu juga sebagai pembalasan bagi pelaku tindak pidana untuk menyadari akibat ditimbulkan oleh perbuatannya, juga sebagai pencegahan baik itu prefensi umum maupun khusus, yang telah diatur oleh UU. Dalam pasal 10 KUHP disebutkan bahwa pidana secara umum terdiri dari 1. Pidana pokok : pidana mati, pidana penjara, kurungan dan denda. 2. Pidana tambahan : pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Pidana tersebut merupakan hukuman baik mengenai jiwa, kemerdekaan, kekayaan, maupun kehormatan. Dimaksudkan agar tercapainya dalam hukum pidana positif yaitu keselamatan negara dan masyarakat dengan cara menghilangkan anasir-anasir yang bersifat melanggar negara hukum. F . Kasus Bahasyim Assifie beserta keluarga terancam hukuman 15 tahun penjara. Hal ini terkait dengan Pasal 3 dan atau pasal 6 UU no 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU no 15 tahun 2001 tentang tindak pidana pencucian uang. Pasal 3 untuk pemberi uang hasil kejahatan yang pada kasus ini ialah Bahasyim Assifie. Sedangkan pasal 6 untuk istri dan 3 orang anaknya. Bahasyim diketahui menjadi kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII Ditjen Pajak hingga 2007, lalu bertugas di Kantor Badan Pengawasan Pembangunan Nasional (Bappenas). Namun, sejak 1 April 2010 lalu dia mendadak mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Kasus mafia pajak yang melibatkan Bahasyim sebenarnya dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak Maret 2009 ke Bareskrim Polri. Namun, entah mengapa, kasus tersebut tidak pernah diproses dan akhir 2009 dilimpahkan ke Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya. Saat gencar-gencarnya kasus Gayus Tambunan, mendadak saja penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Bahasyim sebagai tersangka. Terdakwa Bahasyim Assifie memutar-mutar harta ratusan miliar miliknya yang diduga hasil tindak pidana ke rekening milik istri dan tiga anaknya. Uang itu diduga terkait pekerjaannya sebagai pejabat di Direktorat Jenderal Pajak hingga saat bekerja di Bappenas. Karena dalam kurun waktu antara tahun 2004 sampai bulan Maret 2010 , secara formil terdakwa tidak memiliki usaha yang dapat menghasilkan keuntungan dengan nilai yang relatif besar. Dengan pekerjaannya sebagai PNS, terdakwa diperkirakan hanya mempunyai penghasilan sekitar Rp 30 juta perbulan. Sehingga uang yang ditempatkan terdakwa pada rekening itu patut diduga hasil kejahatan yang berkaitan dengan jabatannya. Fachrizal, salah satu jaksa penuntut umum (JPU), saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (30/9/2010) mengatakan, Bahasyim sebelum tahun 2002 sudah memiliki uang sebesar Rp 30 miliar. Uang itu diakui Bahasyim hasil usaha jual beli tanah, mobil, valas, cuci cetak foto, penyertaan modal pada suatu perusahaan, dan usaha lain. Bahasyim lalu membuka rekening Taplus Bisnis Perorangan di Bank BNI atas nama istrinya, Sri Purwanti dengan saldo awal sekitar Rp 633 juta pada Oktober 2004 . Hingga 2010, terdapat transaksi masuk ke rekening itu sebanyak 304 kali dengan total sekitar Rp 885,1 miliar. Di antara uang itu dimasukkan langsung oleh Bahasyim dengan jumlah sekitar Rp 4,2 miliar dalam 15 tahap. Sejak tahun 2004 hingga tahun 2010, terdapat penarikan, pemindahbukuan, serta trasfer dengan total sekitar Rp 843,4 miliar dari rekening istrinya. Saldo terakhir per April 2010 tinggal Rp 41,7 miliar. Hal itu agar jumlah uang tidak mencolok. Bahasyim lalu membuka rekening lain atas nama istrinya dan dua putrinya yakni Winda Arum Hapsari dan Riandini Resanti di Bank BNI. Pertama, Bahasyim membuka rekening Dollar Plus Perorangan atas nama istrinya dengan saldo awal 271.354 dollar AS pada 15 Februari 2005 . Uang di rekening itu membengkak mencapai 681.147 dollar AS pada April 2010 . Diantara uang itu dimasukkan oleh Bahasyim dengan total 45.154.226 dollar AS dalam 57 tahap. Setelah itu, Bahasyim membuka Taplus Bisnis Peorangan atas nama Winda dengan saldo awal Rp 1 miliar pada 15 Agustus 2005 . Sumber dana dari rekening istrinya. Bahasyim lalu memasukkan dana sekitar Rp 284 ,7 miliar dalam 80 tahap. Dalam rekening itu, terdapat transaksi keluar dengan total sekitar Rp 267 miliar. Setelah itu, Bahasyim membuka Taplus Bisnis Perorangan atas nama Sri dengan saldo awal Rp 60 juta pada 18 Februari 2008 . Sumber dana berasal dari rekening istrinya. Bahasyim lalu memasukkan uang senilai Rp 336 ,5 miliar dalam 24 tahap. Setelah adanya penarikan, transfer, atau pemindahbukuan, jumlah uang hingga April 2010 hanya Rp 6,5 juta. Selanjutnya, Bahasyim membuka rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama Winda dengan saldo awal Rp 60 juta pada 18 Februari 2008 . Sumber dana berasal dari rekening Winda sebelumnya. Bahasyim lalu memasukkan uang senilai Rp 127 ,5 miliar dalam 15 tahap. Setelah adanya penarikan, transfer, pemindahbukuan, jumlah uang hingga April 2010 hanya Rp 5,6 juta. Kemudian, Bahasyim membuka rekening BNI Taplus atas nama Riandini dengan saldo awal Rp 290 juta pada 21 Agustus 2008 . Sumber dana berasal dari setoran tunai Bahasyim. Hingga 2010 , Bahasyim memasukkan uang Rp 390 juta dalam dua tahap. Setelah adanya penarikan, transfer, pemindahbukuan, jumlah uang hingga April 2010 sekitar Rp 217 ,5 juta. Setelah itu, Bahasyim kembali membuka rekening Taplus Bisnis Perorangan atas nama Riandini dengan saldo awal Rp 10 juta pada 5 September 2008 . Sumber dana berasal dari pemindahbukuan rekening istrinya. Hingga tahun 2010, Bahasyim memasukkan uang sekitar Rp 5 miliar dalam delapan tahap. Setelah adanya penarikan, transfer, pemindahbukuan, jumlah uang hingga April 2010 sekitar Rp 1,2 miliar. Selain rekening-rekening diatas, menurut JPU, Bahasyim juga memiliki tiga rekening di Bank BCA atas nama Winda. Jumlah saldo di tiga rekening itu per April 2010 yakni sekitar Rp 167 ,7 juta. Menurut JPU, uang itu diduga hasil tindak pidana selama berkerja sebagai Kepala Kantor Pemeriksa dan Penyidikan Pajak Jakarta VII, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Koja, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah. Terakhir, dia menjabat Inspektur Bidang Kinerja Kelembagaan, Bappenas hingga 30 Maret 2010. Terkait harta ratusan miliar itu, Bahasyim dijerat pasal 3 huruf c UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. BAB III PENUTUP Kesimpulan Setelah dipaparkan secara keseluruhan mengenai tindak pidana pencucian uang, maka akhirnya dapat disimpulkan: Pencucian uang merupakan suatu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang yang dihasilkan dari suatu aksi kejahatan, seperti prostitusi, perdagangan obat bius, korupsi, penyelundupan, penipuan, pemalsuan, perjudian, dan lain lain. Banyak dampak yang dapat ditimbulkan dari tindak pidana tersebut. Misalnya, dapat berpengaruh kepada perekonomian, bisa saja secara tiba-tiba uang tersebut ditarik dari sistem keuangan Indonesia dalam jumlah besar yang akan berdampak kepada kestabilan nilai rupiah dan suku bunga. Sanksinya cukup berat, dimulai dari hukuman penjara lima tahun minimum, maksimum 15 tahun, dengan denda minimum lima milyar dan maksimum 15 milyar rupiah. Sanksi pidana pencucian uang yang dijatuhkan kepada pelaku berupa pidana pokok dan tambahan. Pidana pokok dalam pencucian uang ini berupa pidana penjara dan pidana denda. Selain itu, pidana tambahan seperti yang tercantum dalam pasal 5.   DAFTAR PUSTAKA Sutedi, Adrian. 2007. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika. Zalif, Ahsanus. Tindak Pidana Pencucian Uang(money laundering), Studi Komparatif antara Hukum Islam dan Hukum Positif. (Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008). http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang, akses 19/11/2010. http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/MoneyLaundring.pdf Sie Infokum – Ditama Binbangkum, akses 19/11/2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar